Selasa, 20 Oktober 2009

4 ISTRI


Sumber : Dari Notes Lanang Pribadi

Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri.


1. Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.


2. Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya. Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.


3. Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.


4. Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dia lah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sangsuami. Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya.


Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri."


Lalu, ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak, "jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi.



Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya.

Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga.
"Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku?
Istrinya menjawab, Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati.



Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam.

Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku? Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu.



Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Sang pedagang kini merasa putus asa.

Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu. Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku."



Renungan :

Teman, sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini.


* Istri yang keempat, adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.


* Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan.
Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain.
Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya.


* Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan teman-teman. Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.


* Dan, teman, sesungguhnya, istri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin, kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak.


Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal belakangan.


Mumpung masih hidup
Mumpung masih sehat
Mumpung masih longgar
Mumpung masih muda



Semoga, Insya Allah.


Dua Mantan Presiden tak Hadiri Pelantikan


By Republika Newsroom
Selasa, 20 Oktober 2009 pukul 10:16:00

JAKARTA--Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tidak menghadiri pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono di Gedung MPR di Senayan Jakarta, Selasa (20/10). Sampai menit-menit terakhir menjelang pelaksanaan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang dimulai pukul 10.00 WIB, Megawati belum hadir di Ruang Nusantara Gedung MPR.

Di deretan kursi tamu utama, tampak hadir mantan Presiden BJ Habibie beserta istri, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno beserta istri serta kepala negara dan duta besar dari negara sahabat, di antaranya Presiden Timor Leste Ramos Horta, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, PM Malaysia Najib Tun Razak, PM Singapura Lee Hsien Long dan Sultan Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah. Tampak pula mantan Ketua DPR HR Agung Laksono dan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), seperti Widodo AS, Aburizal Bakrie dan Sri Mulyani Indrawati.

Ketua MPR Taufiq Kiemas, yang juga suami mantan Presiden Megawati ketika ditanya mengenai kehadiran Megawati, hanya tersenyum sambil berjalan memasuki Gedung MPR. Sedangkan sopir pribadi Taufiq Kiemas mengatakan, "Ibu tidak bisa hadir, yang hadir cuma Bapak (Taufiq Kiemas) dan Mbak Puan (Puan maharani)".

Sementara itu, pengamanan di dalam Gedung DPRMPR sangat ketat, yakni dijaga petugas polisi dan pengamanan dalam DPR. Pengunjung tidak diperkenankan mendekati gedung tapi hanya diizinkan menyaksikan pelaksanaan pelantikan dari layar lebar dan televisi yang disediakan di lobi gedung. ant/taq

Rabu, 14 Oktober 2009

Kisah Nyata Seorang Model Barat, Sara Bokker "Menemukan Kedamaian Islam di Balik Jilbab"


Sara Bokker, dulunya adalah seorang model, aktris, aktivis dan instruktur fitness. Seperti umumnya gadis remaja Amerika yang tinggal di kota besar, Bokker menikmati kehidupan yang serba gemerlap. Ia pernah tinggal di Florida dan South Beach, Miami, yang dikenal sebagai tempat yang glamour di Amerika. Kehidupan Bokker ketika itu hanya terfokus pada bagaimana ia menjaga penampilannya agar menarik di mata orang banyak.

Setelah bertahun-tahun, Bokker mulai merasakan bahwa ia selama ini sudah menjadi budak mode. Dirinya menjadi "tawanan" penampilannya sendiri. Rasa ingin memuaskan ambisi dan kebahagian diri sendiri sudah mengungkungnya dalam kehidupan yang serba glamour. Bokker pun mulai mengalihkan kegiatannya dari pesta ke pesta dan alkohol ke meditasi, mengikuti aktivitas sosial dan mempelajari berbagai agama.


Sampai terjadilah serangan 11 September 2001, dimana seluruh Amerika bahkan diseluruh dunia mulai menyebut-nyebut Islam, nilai-nilai Islam dan budaya Islam, bahkan dikait-kaitkan dengan deklarasi "Perang Salib" yang dilontarkan pimpinan negara AS. Bokker pun mulai menaruh perhatian pada kata Islam.

"Pada titik itu, saya masih mengasosiasikan Islam dengan perempuan-perempuan yang hidup di tenda-tenda, pemukulan terhadap istri, harem dan dunia teroris. Sebagai seorang feminis dan aktivis, saya menginginkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia," kata Bokker seperti dikutip dari Saudi Gazette.

Suatu hari, secara tak sengaja Bokker menemukan kita suci al-Quran, kitab suci yang selama ini pandang negatif oleh Barat. "Awalnya, saya tertarik dengan tampilan luar al-Quran dan saya mulai tergelitik membacanya untuk mengetahui tentang eksistensi, kehidupan, penciptaan dan hubungan antara Pencipta dan yang diciptakan. Saya menemukan al-Quran sangat menyentuh hati dan jiwa saya yang paling dalam, tanpa saya perlu menginterpretasikan atau menanyakannya pada pastor," sambung Bokker.

Akhirnya, Bokker benar-benar menemukan sebuah kebenaran, ia memeluk Islam dimana ia merasa hidup damai sebagai seorang Muslim yang taat. Setahun kemudian, ia menikah dengan seorang lelaki Muslim. Sejak mengucap dua kalimat syahdat Bokker mulai mengenakan busana Muslim lengkap dengan jilbabnya.

"Saya membeli gaun panjang yang bagus dan kerudung seperti layaknya busana Muslim dan saya berjalan di jalan dan lingkungan yang sama, dimana beberapa hari sebelumnya saya berjalan hanya dengan celana pendek, bikini atau pakaian kerja yang 'elegan'," tutur Bokker.

"Orang-orang yang saya jumpai tetap sama, tapi untuk pertama kalinya, saya benar-benar menjadi seorang perempuan. Saya merasa terlepas dari rantai yang membelenggu dan akhirnya menjadi orang yang bebas," Bokker menceritakan pengalaman pertamanya mengenakan busana seperti yang diajarkan dalam Islam.

Setelah mengenakan jilbab, Bokker mulai ingin tahu tentang Niqab. Ia pun bertanya pada suaminya apakah ia juga selayaknya mengenakan niqab (pakaian muslimah lengkap dengan cadarnya) atau cukup berjilbab saja. Suaminya menjawab, bahwa jilbab adalah kewajiban dalam Islam sedangkan niqab (cadar) bukan kewajiban.

Tapi satu setengah tahun kemudian, Bokker mengatakan pada suaminya bahwa ia ingin mengenakan niqab. "Alasan saya, saya merasa Allah akan lebih senang dan saya merasa lebih damai daripada cuma mengenakan jilbab saja," kata Bokker.

Sang suami mendukung keinginan istrinya mengenakan niqab dan membelikannya gaun panjang longgar berwarna hitam beserta cadarnya. Tak lama setelah ia mengenakan niqab, media massa banyak memberitakan pernyataan dari para politisi, pejabat Vatikan, kelompok aktivis kebebasan dan hak asasi manusia yang mengatakan bahwa niqab adalah penindasan terhadap perempuan, hambatan bagi integrasi sosial dan belakangan seorang pejabat Mesir menyebut jilbab sebagai "pertanda keterbelakangan."

"Saya melihatnya sebagai pernyataan yang sangat munafik. pemerintah dan kelompok-kelompok yang katanya memperjuangkan hak asasi manusia berlomba-lomba membela hak perempuan ketika ada pemerintah yang menerapkan kebijakan cara berbusana, tapi para 'pejuang kebebasan' itu bersikap sebaliknya ketika kaum perempuan kehilangan haknya di kantor atau sektor pendidikan hanya karena mereka ingin melakukan haknya mengenakan jilbab atau cadar," kritik Bokker.



"Sampai hari ini, saya tetap seorang feminis, tapi seorang feminis yang Muslim yang menyerukan pada para Muslimah untuk tetap menunaikan tanggung jawabnya dan memberikan dukungan penuh pada suami-suami mereka agar juga menjadi seorang Muslim yang baik. Membesarkan dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi Muslim yang berkualitas sehingga mereka bisa menjadi penerang dan berguna bagi seluruh umat manusia."

"Menyerukan kaum perempuan untuk berbuat kebaikan dan menjauhkan kemunkaran, untuk menyebarkan kebaikan dan menentang kebatilan, untuk memperjuangkan hak berjilbab maupun bercadar serta berbagi pengalaman tentang jilbab dan cadar bagi Muslimah lainnya yang belum pernah mengenakannya," papar Bokker.

Ia mengungkapkan, banyak mengenal muslimah yang mengenakan cadar adalah kaum perempuan Barat yang menjadi mualaf. Beberapa diantaranya, kata Bokker, bahkan belum menikah. Sebagian ditentang oleh keluarga atau lingkungannya karena mengenakan cadar. "Tapi mengenakan cadar adalah pilihan pribadi dan tak seorang pun boleh menyerah atas pilihan pribadinya sendiri," tukas Bokker.

(eramuslim.com)


Masa kalah sama Muallaf!!!
Mereka yg hidup di lingkungan serba gemerlap merasakan kedamaian dengan menutup aurat dengan sempurna.
Kita sendiri yg sudah sejak lahir Islam kok malah ikut mode orang2 barat.

Bahkan ada yg berkata dan beranggapan : "Yang perlu dipakaikan Jilbab adalah hatinya, bukan cuma luarnya".

Lancang!!! (ini adalah pemikiran orang2 liberal)

Apakah cukup hati yg berjilbab ?

Berjilbabkah hati yg masih kepengen memamerkan aurat ?
Masih kepengen diliat bentuk tubuhnya, kemulusan kulitnya, keindahan rambutnya,,,...

Berjilbab kah hati yg sombong yg tidak mau tunduk pada aturan syariat (hukum Agama), mentaati perintah Allah dan Rasulnya?

Jilbab adalah untuk memuliakan Wanita,,,,

Kalau enggan pake jilbab, berarti anda tidak ingin dimuliakan oleh Islam.

“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)


“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim).



Alhamdulillah Ramadhan telah menghampiri kita.

Inilah saat yg paling tepat untuk kita berubah menjadi lebih baik, mempersembahkan hidup kita hanya untuk Ilahi Robbi ..


Semoga bisa bernilai ibadah dan bisa mengilhami Saudari2 kita yg belum menutup aurat dgn sempurna.



Selasa, 13 Oktober 2009

Medan Heboh, Sri Lahirkan Bayi Tanpa Proses Kehamilan


Khairul Ikhwan - detikNews Senin, 07/05/2007 21:16 WIB

Medan - Warga Medan heboh. Seorang ibu melahirkan anaknya tanpa melalui proses kehamilan yang normal. Warga pun berduyun-duyun datang untuk menyaksikan bayi ajaib tersebut. Adalah Sri Yani, wanita berusia 32 tahun yang melahirkan anak tanpa proses kehamilan tersebut. Dia melahirkan pada Senin (7/5/2007) subuh di rumahnya.

Selasa, 06 Oktober 2009

HALILINTAR KEPADA PENOLAK POLIGAMI


Pembaca yang budiman, sudah dimaklumi bahwa momentum peringatan Hari Kartini setiap 21 April oleh banyak kalangan dijadikan kesempatan untuk menyuarakan kembali isu persamaan gender. Dengannya mereka menikam syariat yang suci. Dan di antara yang sering menjadi sorotan manusia-manusia tidak beradab tersebut adalah syariat poligami. Maka dalam rangka menjelaskan kebenaran dan membungkam “celotehan” kami turunkan tulisan seorang pemuka ulama Universitas Al Azhar Cairo Mesir di zamannya Asy-Syaikh Ahmad Syakir yang membantah celotehan penyeru “emansipasi wanita” dan pembela ajaran “persamaan gender” seolah-olah beliau hidup di zaman kita membantah orang-orang yang mengatakan: “poligami bukan sunnah” –lalai atau belagak bodo bahwa sunnah dimaksud adalah ajaran Nabi Shallallahu `Alaihi Wasallam-, atau mengatakan: “poligami bukan ajaran Islam” –karena nekat ingin memperdaya kaum muslimin awam- dan ucapan-ucapan yang lainnya yang bersumber dari keawaman yang dibungkus dengan bahasa yang sepertinya ilmiyah. Hasbunallahu wa ni’mal wakiil.

Dan maklum diketahui, bahwa di sini kami bukan dalam rangka memperingati Hari Kartini –sekali-kali tidak-. Karena Hari Raya bagi kami hanya dua Iedul Fithri dan Adh-ha –dua hari raya yang diakui Islam-. Melainkan kami hanya memanfaatkan momentum hari ini sebagai kesempatan untuk menjelaskan kebenaran, sebagaimana para pengekor kebatilan memanfaatkannya untuk menjajakan kesesatan mereka. Sekian dari kami, dan sekarang kami tinggalkan anda menyimak keterangan di bawah ini. Wassalam.

Berkata beliau rahimahullah dalam Umdatut-Tafsir (3/102);
Telah bermunculan di zaman kita sekarang ini generasi dengan paham kafir, nalar ala Nasrani. Mereka tumbuh di bawah didikan barat di negeri-negeri kita dan negeri-negeri mereka sendiri. Mereka dibesarkan dengan aqidah-aqidah tersebut. Sesekali dengan terang-terangan dan terkadang malu-malu. Sampai mereka berhasil menyusupkan paham-paham sesatnya dan menguasai fitrah-fitrah kaum muslimin. Sehingga jadilah motto utama mereka adalah mengingkari poligami, dan memandangnya sebagai perbuatan keji yang tidak bisa diterima oleh akal mereka.

Diantara mereka ada yang terang-terangan mengingkarinya dan diantara mereka ada yang malu-malu. Dalam hal ini mereka dibela oleh sebagian orang-orang yang mengaku-ngaku ulama Al Azhar, yang mana seharusnya kewajiban seorang ulama adalah membela Islam dan memperkenalkannya kepada orang-orang jahil hakikat-hakikat syari’at. Akan tetapi yang terjadi malah kebalikannya, mereka bangkit membela orang-orang yang memang telah tumbuh dengan didikan dan aqidah kafir guna membatasi poligami di dalam Islam, kata mereka!!

Para ulama tersebut tidak mengetahui bahwa yang diinginkan oleh manusia-manusia tersebut hanyalah memupuskan sisa-sisa paham poligami di negeri-negeri Islam. Dan tidak ada yang diinginkan oleh anak-anak didikan barat tersebut dari para ulama Al Azhar selain bersama-sama dengan mereka dalam mengharamkan poligami dan melarangnya sampai ke akar-akarnya. Yang ada di dalam pikiran pemimpin-pemimpin mereka, poligami adalah kemungkaran karena itu mereka menolak keberadaannya dari segala macam sisinya.
Kemudian kondisinya menjadi semakin parah, sampai-sampai kami mendengar salah satu negara yang mengaku islami meletakkan di dalam undang-undang mereka larangan dari berpoligami, bahkan undang-undang tersebut tegas-tegasan menyatakan perkataan yang kufur, bahwa poligami –menurut mereka- adalah haram.
Mereka tidak sadar bahwa disebabkan pernyataan lancang dan jahat ini mereka menjadi murtad keluar dari agama Islam. Sehingga berlakulah atas mereka serta orang-orang yang ridha dengan perbuatan mereka ini seluruh hukum bagi orang yang murtad yang telah dikenal oleh setiap kaum muslimin. Atau tidak jauh kemungkinannya bahwa mereka sendiri mengetahuinya, sehingga mereka masuk ke dalam kekufuran dan kemurtadan dalam keadaan tahu dan dengan sengaja.
Bahkan salah seorang yang mengaku sebagai ulama Al Azhar –dan ini adalah cobaan besar bagi Universitas Al Azhar- pernah saking lancangnya, ia membuat tulisan yang terang-terangan menyatakan bahwa Islam mengharamkan poligami. Perbuatan ini merupakan kelancangannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan sekaligus merupakan kedustaan dengan mengatasnamakan agama-Nya, padahal merupakan tanggung jawab baginya adalah menjaga agama Allah, dan menjadi di antara orang-orang yang turut menegakkannya dan membelanya!!

Bahkan ada diantara mereka –pria dan wanita- yang baru tahu baca tulis memposisikan diri-diri mereka sebagai mujtahid agama, meng-istimbath hukum-hukum dan memfatwakan halal dan haram serta mencaci maki ulama-ulama Islam ketika ulama-ulama tersebut ingin mengingatkan mereka dan berhenti dari kelancangannya. Padahal kebanyakan makhluk-makhluk lancang ini tidak tahu tata cara wudhu’ dan shalat bahkan tidak tahu bagaimana bersuci, akan tetapi mereka dalam masalah poligami adalah ahli ijtihad!!

Bahkan kami menyaksikan diantara mereka ada yang ikut campur dalam urusan yang mereka tidak memiliki ilmunya berdalil dengan ayat-ayat Al Qur’an dengan makna, karena dia tidak tahu lafal Al Qur’an!!
Dikarenakan kelakuan-kelakuan mereka yang jahat serta kelancangan-kelancangan mereka yang mungkar dan kekufuran-kekufuran mereka yang nyata ini masuklah orang-orang non muslim ke dalam masalah ini. Mereka menulis pandangan-pandangannya dalam rangka ijtihad!! Seperti pendahulu-pendahulunya meng-istimbath hukum-hukum dari Al Qur’an –padahal mereka tidak beriman dengannya- untuk memperdaya kaum muslimin dan menyesatkan mereka dari agama mereka.

Sampai-sampai ada seorang penulis non muslim membuat tulisan di salah satu harian yang sepertinya islami, orang ini menulis artikel dengan judul “Poligami adalah Aib” dengan kelancangannya ini berarti dia telah mencaci syariat Islam, dan memaki seluruh ummat Islam sejak datangnya Islam sampai sekarang. Dan (bersamaan dengan ini semua) kami tidak mendapati seorang pun yang terpanggil kecemburuannya yang apabila sebaliknya ada seorang penulis muslim yang berani mencaci agama si penulis tersebut, yakin ramai-ramai mereka akan membela agamanya. Akan tetapi ummat Islam memang orang-orang yang beradab.

Yang pertama kali dilakukan oleh manusia-manusia anti poligami ini adalah berlagak prihatin dengan keutuhan keluarga, terutama anak-anak. Mereka menuduh poligami sebagai penyebab meningkatnya jumlah anak-anak terlantar, terlebih lagi kondisi kebanyakan kaum bapak yang pas-pasan, kemudian menikahi lebih dari seorang istri. Mereka adalah para pendusta, bahkan sensus yang mereka buat yang mendustakan mereka sendiri. Lantas mereka ingin menetapkan undang-undang yang mengharamkan poligami bagi laki-laki yang fakir, dan mengidzinkan hanya kepada laki-laki yang kaya dan berkecukupan!! Ini adalah keburukan di antara sederet keburukan yang lainnya yaitu menjadikan syariat Islam yang mulia ini terbatas bagi orang-orang kaya. Kemudian ketika upaya yang mereka lakukan tidak mendapat sambutan, malah kegagalan yang mereka rasakan, mereka beranjak kepada langkah berikutnya, yaitu mempermainkan ayat-ayat Al Qur’an tentang poligami.

Mereka berdusta bahwa bolehnya poligami bersyarat, yaitu syaratnya adil, sedangkan Allah Ta’ala mengabarkan bahwa berbuat adil adalah mustahil. Ini yang menjadi sandaran haramnya poligami menurut mereka akibat pendalilan sempit yang mereka lakukan, berdalil dengan sebagian ayat dan meninggalkan sebagian lainnya. Dalil mereka adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian” (Qs. An-Nisaa’; 129) dan mereka campakkan firman-Nya yang berbunyi, “karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (Qs. An-Nisaa’; 129).
Keadaan mereka seperti orang-orang yang beriman dengan sebagian Al Kitab dan meninggalkan sebagian yang lain!
Kemudian mereka juga mempermainkan lafal-lafal dan sebagian kaidah-kaidah ushul. Mereka menamakan poligami dengan hukum mubah (boleh), dan atas pemerintah hendaknya mengikat sebagian perkara yang mubah dengan ikatan-ikatan (peraturan) yang sesuai demi kemaslahatan. Padahal mereka tahu betul, dalam hal ini mereka sesat dan menyesatkan, karena tidaklah layak poligami dinamakan dengan mubah yang menurut makna ilmiyah yang sebenarnya adalah; perkara yang dibiarkan yang tidak ada keterangan nas akan halal dan haramnya. Perkara yang mubah adalah yang Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam katakan,

“Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah maka halal hukumnya, sedangkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah maka haram hukumnya, dan apa yang dibiarkan maka itu adalah maaf (dari-Nya)”.

Adapun poligami, terdapat di dalam Al Qur’an nash yang jelas akan kehalalannya, ditambah lagi penghalalan poligami datang dalam bentuk perintah yang mana hukum asalnya adalah wajib, Allah Ta’ala berfirman, “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi” (Qs. An-Nisaa’; 3), adapun berubahnya hukum wajib kepada halal adalah dengan firman-Nya, “Yang kamu senangi” (Qs. An-Nisaa’; 3).

Kemudian (sebenarnya) mereka mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa poligami adalah halal (bukan mubah) dengan sebenar-benarnya makna halal, dengan nas Al Qur’an dan berdasarkan contoh yang mutawatir lagi nyata dan tidak diragukan lagi semenjak zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, para shahabat-Nya, hingga hari ini, akan tetapi mereka adalah kaum yang suka berdusta.

Dan syarat adil pada ayat ini, “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja” (Qs. An-Nisaa’; 3) adalah syarat pribadi bukan tasyri’, yaitu syarat yang kembalinya kepada individu mukallaf bukan hal yang diatur oleh pengadilan dan mahkamah. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengidzinkan bagi seorang lelaki –idzin dengan bentuk perintah- untuk menikahi wanita-wanita yang dia sukai tanpa syarat harus dengan idzin seorang hakim atau undang-undang atau pemerintah, atau yang lainnya. Allah Ta’ala juga memerintahkan apabila seseorang takut tidak dapat berbuat adil kepada istri-istrinya, hendaknya dia mencukupkan dengan seorang istri saja. Karena siapa pun tidak berkuasa atas hati seseorang yang ingin menikah sampai dia mengetahui apa yang terdapat di dalam hatinya dari perasaan takut atau tidaknya dia dari tidak dapat berbuat adil.

Bahkan dalam hal ini Allah Ta’ala telah menyerahkan keputusannya kepada pertimbangan hatinya, dan mengajarkannya bahwa pada hakikatnya dia tidak dapat berbuat adil antara istri-istrinya dengan sesempurnanya, dimana tidak ada sedikit pun kecondongannya terhadap salah satu istri-istrinya, karena itulah Allah Ta’ala memerintahkannya untuk tidak condong (dalam ayatnya),
“Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (Qs. An-Nisaa’;129).

Pada ayat ini Allah Ta’ala menganggap cukup dalam mentaati perintahnya untuk berbuat adil, dengan dia melakukan keadilan tersebut semampunya, dan memaafkan darinya hal-hal diluar kemampuannya.
Keadilan yang diperintahkan ini adalah diantara perkara yang berubah-ubah sesuai keadaan, yang terkadang datang dan pergi pada diri mukallaf yang bersangkutan, oleh karena itu tidak masuk akal kalau ia menjadi syarat sahnya akad, yang benar ia semata-mata hanya syarat pribadi yang erat kaitannya dengan diri si mukallaf dan sikapnya.
Berapa banyak orang yang bertekad untuk melakukan poligami dan di dalam hatinya memendam niat untuk tidak berlaku adil, kemudian dia pun tidak menjalankan apa yang dahulu dipendamnya dan malah berlaku adil kepada istri-istrinya. Dalam hal ini tidak seorang pun yang paham syariat sanggup menuduh orang tersebut telah menyelisihi perintah Rab-nya, karena dia telah mentaati-Nya dalam berlaku adil. Sedangkan tekad di dalam hatinya sebelum itu –untuk tidak berlaku adil- tidak berpengaruh apa-apa terhadap sah tidaknya akad –sejak semula-, terlebih lagi bahwa nash-nash seluruhnya secara tegas menerangkan bahwa Allah Ta’ala tidak memberikan sangsi kepada seorang hamba terhadap bisikan hatinya selagi dia tidak melakukannya atau mengatakannya.

Dan berapa banyak orang yang berpoligami dengan tekad untuk berbuat adil akan tetapi tidak dia lakukan. Maka orang ini telah menanggung dosa dengan meninggalkan keadilan dan meyelisihi perintah Rab-nya. Akan tetapi tidak seorang pun yang paham syariat sanggup menuduh bahwa kejahatannya mempengaruhi asal akadnya dengan istri yang baru sehingga memindahkannya dari halal dan boleh kepada haram dan batal, melainkan dosanya kembali kepada dirinya sendiri dalam urusan ketidakadilannya kepada pada sang istri. Dan yang wajib baginya adalah mentaati Rab-nya dalam menegakkan keadilan, ini adalah perkara yang sudah dimaklumi tidak ada yang menyelisihi dalam hal ini dari orang-orang yang paham agama dan syariat.

Adapun mereka adalah para pengikut hawa nafsu yang menunggangi akal-akal mereka, bukan ahli ilmu apalagi dalil, mereka menyelewengkan dalil dari tempatnya, dan mempermainkan dalil-dalil syariat dari Al Kitab dan As-Sunnah selagi mereka mampu.

Diantara permainan mereka, mereka berdalil dengan kisah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu `Anhu ketika melamar anak perempuan Abu Jahl di masa hidup Fathimah binti Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam. Dan ketika Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam dimintai idzin dalam hal ini, beliau berkata,
“Saya tidak mengidzinkan, tidak mengidzinkan, tidak mengidzinkan, kecuali apabila Ibnu Abi Thalib ingin menceraikan anakku kemudian menikahi anak mereka, karena sesungguhnya dia (Fathimah –pentj) adalah bagian dariku menggundahkanku apa-apa yang menggundahkannya dan menyakitiku apa-apa yang menyakitinya”.
Mereka tidak membawakan hadist lengkap dengan lafalnya akan tetapi merangkum kisah dengan rangkuman yang buruk untuk dipakai dalil bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi Wasallam melarang poligami, bahkan sebagian mereka terang-terangan berdalil dengan kisah ini untuk mengharamkan poligami! Mempermainkan agama dan berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.

Lantas mereka meninggalkan kelanjutan kisah yang di sana terdapat bantahan atas kedustaan mereka –saya tidak katakan pendalilan mereka- yaitu perkataan Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam pada kejadian yang sama,
“Dan saya bukannya mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram, akan tetapi demi Allah tidak akan bersatu anak Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dengan anak musuh Allah disatu tempat selama-lamanya”
Kedua lafal diatas diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim. Inilah Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam sang penyampai dari Allah Ta’ala yang ucapannya adalah pembeda antara yang halal dan yang haram menegaskan dengan lafal arabi yang nyata pada kejadian yang penting yang berkaitan dengan orang yang paling dicintainya yaitu anaknya yang mulia As-Sayyidah Az-Zahra’ bahwa ia tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal, akan tetapi ia mengingkari apabila anaknya berkumpul dengan anak musuh Allah dibawah tanggungan seseorang.
Menurut pemahamanku (penulis –pentj): Bahwa beliau Shallallahu `Alaihi Wasallam tidak melarang Ali Radhiyallahu `Anhu menyatukan anaknya dengan anak Abu Jahl, dimana kapasitasnya sebagai seorang Rasul yang menyampaikan hukum syariat dari Rab-nya, hal ini berdasarkan dalil keterangan dari beliau sendiri bahwa ia tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram, akan tetapi beliau melarang sebagai larangan pribadi beliau sebagai kepala keluarga yang mana Ali Radhiyallahu `Anhu adalah anak pamannya dan Fathimah anaknya, hal ini berdasarkan bahwa keluarga dari anak perempuan Abu Jahl yang datang kepada beliau meminta idzin kepada beliau dalam urusan yang diminta oleh Ali Radhiyallahu `Anhu dari mereka. Dan perkataan kepala keluarga tidak disangkal lagi ditaati terlebih lagi apabila dia seorang pemuka Quraisy dan Arab bahkan pemuka sekalian manusia Shallallahu `Alaihi Wasallam.
Tidak ada pada mereka sedikitpun pendalilan begitu pula kesungguhan mengikuti dalil dari Al Kitab maupun As-Sunnah. Tidak pula mereka dikatakan ahli dalam hal ini dan memiliki kemampuan. Akan tetapi yang ada pada mereka semata-mata hanyalah hawa kepada sesuatu tertentu yang mereka cari-cari alasan-alasannya yang terkadang hanya dilontarkan oleh orang jahil atau orang yang lalai.

Bahkan pada goresan tulisan-tulisan mereka terdapat bukti yang menyingkap dan membongkar apa yang mereka sembunyikan dalam batin-batin mereka. Diantara contohnya bahwa ada seorang pejabat tinggi di salah satu departement pemerintahan di negeri kami, membuat tulisan yang mengesankan bahwa tulisan tersebut resmi dan dimuat di koran-koran sejak beberapa tahun yang lampau, dia memposisikan dirinya sebagai seorang mujtahid bukan hanya dalam syariat Islam semata bahkan dalam seluruh syariat dan hukum!! Diapun lancang dengan membuat perbandingan antara agama Islam -dalam perkara dimana syariat Islam menghalalkan poligami- dengan agama-agama lainnya!! Begitu pula (Islam dibanding-bandingkan –pentj) di sisi hukum dan undang-undang ummat-ummat paganis! Orang ini tidak punya malu sehingga mengunggulkan ajaran Nasrani yang mengharamkan poligami, begitu pula ajaran-ajaran kufur lainnya yang serupa bahkan perkataannya nyaris lugas menyatakan keutamaan ajaran-ajaran mereka dari ajaran Islam yang suci!!

Orang ini lupa bahwa dengan perbuatannya tersebut berarti dia telah keluar dari agama Islam dengan kekufuran yang nyata, padahal dari namanya mengisyaratkan bahwa orang ini dilahirkan dalam keluarga muslimah. Ditambah lagi perkataannya yang menandakan jahilnya orang ini dengan agama Nasrani sehingga dia menetapkan keunggulan agama Nasrani dari ajaran Islam. Karena merupakan hal yang sangat diyakini dan tidak diragukan lagi bahwa Sayyiduna Isa Alaihissalaam tidak mengharamkan poligami yang halal di dalam Taurat yang mana Isa As sendiri datang untuk membenarkan apa yang terdapat di dalam Taurat sebagaimana hal ini dimaklumi berdasarkan nash yang terdapat di dalam Al Qur’an. Akan tetapi yang mengharamkannya adalah sebagian pendeta-pendeta yang datang setelah Sayyiduna Isa As lebih dari delapan ratus tahun sesudahnya dengan pasti, yang dengannya mereka menjadikan untuk diri-diri mereka sendiri hak dalam menghalalkan dan mengharamkan. Dan hal inilah yang disesalkan oleh Allah Ta’ala di dalam kitab-Nya yang mulia, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At-Taubah: 31)
Yaitu ayat yang ditafsirkan oleh Rasululullah Shallallahu `Alaihi Wasallam ketika Adi bin Hatim At-Tha’i Radhyallahu `Anhu –yang sebelumnya adalah penganut agama Nashrani dan kemudian memeluk Islam- minta kepada beliau tafsirannya, yaitu tatkala ia mendangar ayat ini seraya ia berkata kepada Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam, “Sesungguhnya mereka tidak menyembah orang-orang alim dan rahib-rahib mereka? Maka Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wasallam bersabda, “Tentu sesungguhnya mereka telah mengharamkan untuk ummatnya apa yang telah dihalalkan dan menghalalkan apa yang telah diharamkan, lantas mereka mengikuti perintah orang-orang alim dan rahib-rahib tersebut, itulah bentuk peribadahan mereka kepada orang-orang alim dan rahib-rahib tersebut”
Wahai ummat Islam jangan biarkan syaithan menyeret kalian dan jangan biarkan para pengikutnya dan orang-orang yang mengikuti para penyembah syaithan memperdaya kalian sehingga kalian meremehkan kekejian yang memang ingin mereka sebarluakan diantara kalian dan meremehkan kekufuran yang memang mereka ingin jerumuskan kalian ke dalamnya.

Karena masalahnya bukan sekedar boleh atau tidak boleh, sebagaimana yang mereka samarkan kepada kalian. Melainkan ini adalah masalah aqidah, apakah kalian tetap kokoh di atas keislaman kalian dan di atas syari’at yang Allah Ta’ala turunkan kepada kalian dan Dia perintahkan kalian untuk mentaatinya seperti apapun keadaan kalian? Atau kalian malah mencampakkannya -hanya kepada Allah kita mohon perlindungan- sehingga kalian kembali kepada panasnya kekufuran dan kalian bersiap-siap menerima kemurkaan Allah dan Rasul-Nya? Inilah kondisi yang sebenarnya.
Sesungguhnya mereka yang mengajak kalian kepada pelarangan poligami, mereka sendiri tidak merasa sungkan menggauli sekian banyak wanita-wanita genit dan perempuan-perempuan simpanan dan kondisi mereka yang seperti ini sudah bukan rahasia lagi. Bahkan sebagian mereka tidak malu-malu menanggalkan seragamnya dan membuang kotorannya di koran-koran dan tulisan, kemudian membela kebebasan berijtihad di dalam syari’at dan agama dan merendahkan Islam dan kaum muslimin.

Sesunguhnya Allah tatkala ia menghalalkan poligami –dengan nash yang jelas di dalam Al Qur’an- Dia menghalalkannya di dalam syari’at-Nya sepanjang masa pada setiap zaman dan masa. Dan Dia Maha Mengetahui apa yang terjadi dan yang akan terjadi, tidak luput dari ilmunya Allah apa yang terjadi berupa peristiwa-peristiwa di zaman ini dan tidak pula apa yang akan terjadi pada masa-masa yang akan datang. Seandainya hukum ini akan berubah dengan berkembangnya zaman –seperti yang dituduhkan orang-orang yang menyelewengkan agama- tentu Dia akan jelaskan nashnya di dalam kitab-Nya atau melalui sunnah Rasul-Nya, “Katakanlah (kepada mereka):”Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui seagala sesuatu”. (QS. Al Hujurat: 16)

Dan Islam berlepas diri dari kependetaan dan kerahiban. Tidak seorang pun berhak menghapus hukum yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam kitab-Nya atau di dalam sunnah Rasul-Nya Shallallahu `Alaihi Wasallam. Dan tidak seorang pun berhak mengharamkan sesuatu yang telah Allah halalkan dan tidak pula menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, tidak seorang khalifah, raja, presiden atau menteri. Bahkan semua ummat ini tidak berhak akan yang demikian apakah berdasarkan kesepakatan atau dengan perhitungan suara terbanyak. Yang wajib bagi mereka semua adalah tunduk kepada hukum Allah, dengar kata dan taat.

Simaklah firman Allah Ta’ala berikut, “Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. 16: 116-117)
Dan simak juga firman-Nya,“Katakanlah:”Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah:”Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (QS. 10:59)

Maka ketahuilah bahwa setiap orang yang mengupayakan diharamkannya poligami atau dilarang atau mengikatnya dengan syarat-syarat yang tidak ada landasannya di dalam Al Kitab dan As-Sunnah Sungguh dia telah membuat kedustaan atas nama Allah. Dan ketahuilah bahwa setiap orang akan menghisab dirinya masing-masing, hendaklah seseorang melihat kembali dimana dia akan dibangkitkan dan dimana dia akan ditempatkan. Sungguh tunai sudah kewajibanku, Alhamdulillah.

Sumber :
Umdatut Tafsir (3/102)

Sumber : http://www.ahlussunnah-jakarta.com/artikel_detil.php?id=15]